Langsung ke konten utama

Benarkah As-Sunnah Adalah Sunnah Nabi?



Dalam dakwah/ceramah suka kita dengar kata As-Sunnah disamakan/diartikan Sunnah Nabi/Rasul atau Hadist. Dan seperti yang kita sudah ketahui bersama bahwa Sunnah dan Hadist ada tingkatan kebenarannya yaitu; Shohih, Hasan dan Dhoif. Oleh karena itu akan mengaburkan tafsir ayat-ayat Al-Quran yg bertalian dengan kata-kata tersebut diatas.

Tidak jarang kita temui antara umat Islam berdialog atau diskusi dan forum tanya-jawab untuk suatu perkara dengan menyertakan Sunnah Nabi atau Hadist sebagai landasan hukum dalam menjawab perkara yang didiskusikannya. Atau seseorang menyertakan dalil-dalil Sunnah Nabi dan Hadist sebagai landasan ibadah dan sikapnya dengan menyebutnya As-Sunnah.

Dengan menyamakan makna As-Sunnah dan Sunnah akan terjadi mis-interpretasi dlm menafsirkan ayat-ayat dalam Al-Quran seperti ayat-ayat dibawah ini:
Surat Al-Baqarah 129:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat tersebut diatas adalah salah satu rangkaian doanya Nabi Ibrahim AS. dan Nabi Ismail AS ketika membangun pondasi Baitullah (QS 2: 127-129)

Dan Surat An-Nisa 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Selanjutnya, akan lebih jelas dan detail jika disertakan sudut pandang dari tata-bahasa Arab dari kedua kata tersebut diatas, As-Sunnah dan Sunnah.


Demikian, semoga bermanfaat.
Wallahualam Bishawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG KAFIR

Akhir-akhir ini, sebagian orang Islam dengan mudah mengatakan seseorang dengan sebutan Kafir ketika tidak sefaham dan seagama, malah cenderung sebagai ucapan kebencian. Dalam ajaran agama-agama Nabi Ibrahim AS. yaitu; Yahudi, Nasrani dan Islam, masing-masing mengenal kata kafir yang mempunyai arti masing-masing sama yaitu, orang yg tidak beriman. 1. Faham Yahudi Menurut Tanakh (Perjanjian lama), yang disebut "KAFIR" adalah bangsa-bangsa di luar Israel. * Bilangan 23:9 LAI TB, Sebab dari puncak gunung-gunung batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir (GOYIM) . GOYIM, sebagian besar ditujukan kepada bangsa-bangsa non-Yahudi, untuk membedakannya dengan bangsa Yahudi. 2. Kafir Dalam Perjanjian Baru Istilah "KAFIR" dalam Alkitab terjemahan Indonesia diserap dari bahasa Arab untuk merujuk kepada suatukalangan "luar" (beda keimanan). Telah...